Kamis, 28 November 2013

candi muara takus

Sejarah Berdirinya Candi Muara Takus

Candi Muara Takus merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang terdapat di kecamatan XIII Koto Kampar.Muara Takus ini jaraknya lebih kurang 150 kilometer  dari kota Pekanbaru tempat saya tinggal.


Candi Muara Takus merupakan candi terbesar di Sumatera. Stupa candi ini tidak lazim seperti candi aliran Budha lainnya. Umumnya Stupa candi - candi Budha berbentuk lonceng duduk. Lokasi wisata ini terletak sekitar 135 km dari kota Pekanbaru.

Sejarah Berdirinya Candi Muara Takus

Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter. Sementara candi itu sendiri berukuran 7 x 7 meter. Di luar areal kompleks, terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir sungai Kampar Kanan.

ASAL MUASAL NAMA MUARA TAKUS

Muara Takus berasal dari nama sebuah anak sungai yang bermuara ke Batang Kampar Kanan. Menurut Duta Besar Singapura yang pernah berkunjung k Muara Takus pada tahun 1977 menyatakan bahwa Muara takus terdiri dari dua kata yaitu "Muara" dan "Takus", menurut pendapatnya "Muara" berarti tempat dimana sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau sungai yang lebih besar, sedangkan "Takus" berasal dari Bahasa China yang artinya : TA = besar, KU = Tua, SE = Candi. Jadi arti keseluruhannya  adalah Candi Tua yang besar yang terletak di Muara Sungai

Candi Muara Takus merupakan candi penganut agama Buddha. Ada yang berpendapat bahwa candi ini peninggalan agama Buddha yang datang dari India karena bentuknya mirip dengan Candi Acoka yang ada di India. Namun ada pula yang berpendapat bahwa ini merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Komplek Candi Muara Takus merupakan satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Sejumlah literatur menyebutkan, Muara Takus berasal dari kata Muara dan Takus. Takus berasal dari bahasa Cina, yakni Ta Ku Se, artinya Candi Tua.

Seperti umumnya candi, komplek Muara Takus berada di dekat aliran sungai. Ia terletak di tepian Sungai Kampar Kanan. Candi Muara Takus tidak punya relief sama sekali pada dinding-dindingnya. Hanya menggambarkan seni bangunan bertingkat dari bata dengan irama timbul tenggelam. Membentuk komposisi artistik dan anggun.

Candi Muara Takus
 merupakan satu-satunya situs peninggalan sejarah berbentuk candi di Riau. Candi Budhis ini merupakan bukti historis bahwa agama Budha pernah berkembang di kawasan ini beberapa abad yang silam. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti, kapan candi ini didirikan. Sebagian mengatakan abad kesebelas, ada yang mengatakan abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya. 

SEJARAH CANDI MUARA TAKUS

Candi Muara Takus ditemukan pada tahun 1860 oleh Cornet De Groot, hasil penemuannya dituangkan dalam sebuah tulisan yang berjudul "KOTO CANDI", tulisan tersebut dimuat dalam "Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkenkunde".

kemudian setelah ditemukannya Candi Muara Takus dan setelah literatur dari Cornet De Groot dipublikasikan banyak peneliti dari luar negeri yang melakukan penelitian mengenai Muara Takus diantaranya ada G DU RUY VAN BEST HOLLE, W.P. GRONEVELD, R.D.M VERBEEK dan E.TH. VAN DELDEN, J.W. YZERMAN, DR. F.M. SCHNITGER, BOSCH, BENET KEMPERS dan lain lain dan sebagian besar dari hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa sesunggugnya Sriwijaya berada di Muara Takus dan bukan berada di Sumatera Selatan.

DMCA Protection on : http://jurirakyat.blogspot.com/2013/10/sejarah-berdirinya-candi-muara-takus.html#ixzz2m0Ciuw9w

macam-macam candi

10 Candi yang terkenal di Indonesia

,
1. Candi Borobudur
candi borobudur
Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan Candi Boroubudur, dimana candi pernah masuk sebagai 7 keajaiban dunia. Candi yang dibangun pada masa kerajaan dinasti Syeilendra. Terletak di desa bernama Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Kita bisa ke desa Borobudur dari Yogyakarta menggunakan kendaraan dengan jarak tempu sekitar 1 jam. Candi ini disusun dengan menggunakan balok batu beserta design arsitektur yang luar biasa megah, susunan relief atau patung-patung yang mengelilingi candi. Candi termasuk candi Budha terbesar di dunia.
2. Candi Prambanan
candi prambanan 
Candi Prambanan salah satu candi yang terbesar agama Hindu. terletak di 13km arah Klaten, dan 17km dari arah Yogyakarta. Kompleks Candi Prambanan mempunyai 3 halaman, yaitu halaman pertama berdenah bujur sangkar, merupakan halaman paling suci karena halaman tersebut terdapat 3 candi utama (Siwa, Wisnu, Brahma), 3 candi perwara, 2 candi apit, 4 candi kelir, 4 candi sudut/patok. Halaman kedua juga berdenah bujur sangkar, letaknya lebih rendah dari halaman pertama. Pada halaman ini terdapat 224 buah candi perwara yang disusun atas 4 deret dengan perbandingan jumlah 68, 60, 52, dan 44 candi. Susunan demikian membentuk susunan yang konsentris menuju halaman pusat.
3. Candi Mendut
candi borobudur
Candi Mendut terletak 3km dari arah borobudur, candi yang berlatarbelakang agama Budha ini terletak di desa mendut. Candi mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari Dinasti Syeleindra. Dibangun pada tahun 824 Masehi. Candi ini lebih tua dari Candi Borobudur. Arsitekturnya persegi empat dan mempunyai pintu masuk di atas tangganya. Atapnya juga persegi empat dan bertingkat-tingkat, ada stupa di atasnya. didalam candi mendut terdapat 3 patung besar :
  1. Cakyamuni yang sedang duduk bersila dengan posisi tangan memutar roda dharma.
  2. Awalokiteswara sebagai Bodhi Satwa membantu umat manusia
    Awalokiteswara merupakan patung amitabha yang berada di atas mahkotanya, Vajrapani. Ia sedang memegang bunga teratai merah yang diletakkan di atas telapak tangan.
  3. Maitreya sebagai penyelamat manusia di masa depan
Ada cerita untuk anak-anak pada dinding-dindingnya. Candi ini sering dipergunakan untuk merayakan upacara Waisak setiap Mei pada malam bulan purnama dan dikunjungi para peziarah dari Indonesia maupun manca negara.
4. Candi Muara Takus 
candi muara takus
candi yang berada di daerah Riau Sumatra Barat, candi agama Budha ini tepatnya terletak di daerah muara takus Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan. Umat Budha setempat bersembahyang rutin di candi itu. Sejak beberapa tahun belakang ini, candi tersebut dijadikan sebagai lokasi upacara peringatan hari suci Waisak. Masyarakat non-Budha, termasuk dari luar Provinsi Riau, banyak yang berwisata ke candi ini. Gugusan candi dikelilingi tembok setinggi satu meter seluas berukuran 74 x 74 meter. Setelah masuk ke kompleks candi, segera nampak keunikan lainnya. Candi-candi di sana, seperti juga candi di Muaro Jambi dan di kawasan Padanglawas Utara, Sumatera Utara, dibangun dengan batu bata merah, bukan batu andesit seperti kebanyakan candi di Jawa.
5. Candi Sewu 
candi sewu 
Candi Sewu merupakan candi budha yang berada dalam kompleks candi prambanan. Candi Sewu di bangun pada saat masa kerjaan Matraman Kuno oleh Raja Pakai Panangkarang (746 – 784). Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur. Menurut legenda rakyat setempat, seluruh candi ini berjumlah 999 dan dibuat oleh seorang tokoh sakti bernama, Bandung Bondowoso hanya dalam waktu satu malam saja, sebagai prasyarat untuk bisa memperistri dewi Roro Jonggrang. Namun keinginannya itu gagal karena pada saat fajar menyingsing, jumlahnya masih kurang satu.
6. Candi Brahu  
candi brahu
Candi Brahu terletak di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Brahu merupakan lokasi Ngaben (pembakaran mayat) era kerjaan Majapahit. Nama Brahu di dapat dari sebutan untuk bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang tidak jauh ditemukan dari candi brahu. Candi Brahu dibangun dengan menggunakan batu bata sebagai bahan utamanya, dengan  panjang sekitar 18 meter, lebar  22,5 meter, dan tinggi 20 meter. Dari pintu masuk ke ruang bilik Candi yang terletak di sisi barat dapatlah diketahui bahwa Candi Brahu menghadap Kearah barat. Di sekitar Candi Brahu banyak terdapat temuan  Candi-candi kecil yang sebagian sudah runtuh, seperti Candi Muteran, Candi Gedung, Candi Tengah, dan Candi Gentong. Saat penggalian dilakukan di sekitar Candi, banyak ditemukan benda-benda kuno seperti alat-alat upacara keagamaan dari logam, perhiasan dari emas, arca, dan lainnya.
7. Candi Banyunibo 
 candi banyunibo 
Candi Banyunibo yang berarti air jatuh, adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha. Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.
8. Candi Ngawen
 candi ngawen 
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M. Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
9. Candi Lumbung  
Candi Lumbung
candi lumbung Disebut Candi Lumbung karena bentuk candi ini menyerupai lumbung padi. Berbeda dengan Candi Prambanan yang merupakan Candi Hindu, Candi Lumbung  ini merupakan candi Budha. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi Lumbung terdiri dari sebuah candi induk yang dikelilingi oleh 16 buah candi kecil (Candi Perwara) yang keadaannya masih relatif baik. Adalah candi yang berada di dalam kompleks Taman wisata Candi Prambanan, tepatnya berada di sebelah Candi Bubrah. Jaraknya dari Candi Prambanan adalah sekitar 500 meter ke arah utara. Dari Kota Klaten jaraknya kurang lebih 15 km ke arah barat.
10.  Candi Cetho
 candi cetho 
Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke 15). Candi Cetho terletak di dukuh cetho, desa gumeng, kecamatan jenawi, kabupaten karanganyar. Konon nama Cetho, yang dalam bahasa Jawa berarti jelas, digunakan sebagai nama dusun tempat candi ini berada karena dari Dusun Cetho orang dapat dengan jelas ke berbagai arah. Ke arah utara terlihat pemandangan Karanganyar dan Kota Solo dengan latar belakang Gunung Merbabu dan Merapi serta, lebih jauh lagi, puncak Gunung Sumbing. Ke arah barat dan timur terlihat bukit-bukit hijau membentang, sedangkan ke arah selatan terlihat punggung dan anak-anak Gunung lawu. Candi Cetho merupakan kelompok bangunan yang terdiri atas 11 berundak yang membentang arah timur – barat.

Selasa, 26 November 2013

CANDI TIKUS

CANDI TIKUS

Candi Tikus adalah sebuah candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di kompleks Trowulan, tepatnya di Dukuh Tinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.  Candi ini merupakan salah satu situs arkeologi utama di Trowulan. Bangunan Candi Tikus berupa tempat ritual mandi (petirtaan) di kompleks pusat pemerintahan Majapahit. Candi ini berukuran 29,5 X 28,25 meter dan tinggi keseluruhan 5,2 meter. 

Di tengah Candi Tikus terdapat miniatur empat buah candi kecil yang dianggap melambangkan Gunung Mahameru tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran/jaladwara yang terdapat di sepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai air suci amrta, yaitu sumber segala kehidupan.

Arsitektur bangunan melambangkan kesucian Gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan Hindu, Gunung Mahameru merupakan tempat sumber air Tirta Amerta atau air kehidupan, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan, dari mitos air yang mengalir di Candi Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru. 

Foto pancuran air yang terdapat di Candi Tikus

Gunung meru merupakan gunung suci yang dianggap sebagai pusat alam semesta yang mempunyai suatu landasan kosmogoni yaitu kepercayaan akan harus adanya suatu keserasian antara dunia dunia (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos). Menurut konsepsi Hindu, alam semesta terdiri atas suatu benua pusat yang bernama Jambudwipa yang dikelilingi oleh tujuh lautan dan tujuh daratan dan semuanya dibatasi oleh suatu pegunungan tinggi. Jadi Sangat mungkin Candi Tikus merupakan sebuah petirtaan yang disucikan oleh pemeluk Hindu dan Budha, dan juga sebagai pengatur debit air di jaman Majapahit.

Candi Tikus diperkirakan dibangun pada abad ke-13 atau abad ke-14. Candi ini dihubungkan dengan keterangan Mpu Prapanca dalam kitab Negarakertagama , bahwa ada tempat untuk mandi raja dan upacara-upacara tertentu yang dilaksanakan di kolam-kolamnya.

Situs candi ini digali pada tahun 1914 atas perintah Bupati Mojokerto Kromodjojo Adinegoro. Karena banyak dijumpai tikus pada sekitar reruntuhannya, situs ini kemudian dinamai Candi Tikus . Candi Tikus baru dipugar pada tahun 1985-1989.

CANDI SAWENTAR

WISATA SEJARAH CANDI SAWENTAR BLITAR

WISATA SEJARAH CANDI SAWENTAR BLITAR
Candi Sawentar terletak di Dukuh Kanigoro, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, tepatnya di sebelah timur Kota Blitar. Letak candi lebih rendah dari permukaan tanah di sekelilingnya. Untuk waktu yang cukup lama candi ini tertimbun dalam tanah dan baru digali kembali pada tahun 1915 sampai 1920.  Candi yang berdenah dasar persegi dengan luas 9,53 X 6,86 m, ini sangat mirip dengan Candi Kidal.
Tubuh candi berdiri di atas batur seluas 7 X 7 m2, dengan tinggi sekitar 1,5 m. Tinggi candi sampai ke puncaknya mencapai 10,65 m. Tubuh candi lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan kakinya, sehingga terbentuk selasar sempit di sekelilingnya. Pintu candi terletak di sisi barat, diapit oleh relung kecil di kiri dan kanannya.

Dia atas ambang pintu maupun relung tidak terdapat hiasan kepala Kala. Kedua relung dalam keadaan kosong tanpa arca.Pada dinding luar tubuh candi, di sisi utara dan selatan juga terdapat relung tempat meletakkan arca yang saat ini dalam keadaan kosong. Berbeda dengan pintunya, justru di atas ambang masing-masing relung ini terdapat pahatan kepala Kala lengkap dengan rahang bawah.
Untuk naik ke atas batur, di depan pintu candi terdapat tangga selebar sekitar 0,5 m. Tangga yang menjorok keluar batur ini dilengkapi dengan pipi tangga yang agak tebal, polos tanpa pahatan, kecuali sepasang kepala naga di kakinya. Dinding luar pipi tangga dihiasi pahatan sayap burung dalam bentuk pola geometris yang khas. Lantai ruang dalam dan relung di ketiga sisi tubuh candi letaknya sedikit lebih tinggi dari lantai selasar, oleh karenanya di depan pintu dan masing-masing relung terdapat tangga kecil yang juga dilengkapi dengan pipi tangga.
Dalam  garba grha, ruangan dalam tubuh candi, terdapat sebuah yoni dengan pahatan garuda pada alasnya. Diduga candi ini digunakan untuk memuja Wishnu, karena garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu. Pada dinding terdapat pahatan bermotif salib Portugis.
Atap candi berbentuk susunan tiga buah kotak persegi empat yang makin ke atas makin mengecil. Pada tepian kotak terdapat pahatan yang tampak seperti tulisan. Di tengah dan sudut masing-masing kotak terdapat hiasan dengan pahatan yang halus. Puncak atap dalam keadaan rusak. Mungkin kerusakan tersebut disebabkan oleh posisinya yang paling dekat dengan permukaan pada saat candi ini tertimbun tanah. Perbedaan tingkat kerumitan pahatan di bagian atap dan tubuh bagian atas dibandingkan dengan pahatan di kaki dan tubuh bagian bawah menimbulkan bahwa pembuatan Candi Sawentar belum sepenuhnya selesai.
Belum diketahui kapan tepatnya candi yang dianggap sebagai wujud peralihan tipe candi Jawa Timur lama ke tipe yang lebih akhir. Menurut perkiraaan, pembangunannya dilakukan pada awal sampai pertengahan abad 13 M.

CANDI SEWU

Candi Sewu – Kisah Legenda Roro Jonggrang

Beri nilai wisata ini
candi sewu Candi Sewu   Kisah Legenda Roro Jonggrang
Informasi Wisata
Lokasi 800 meter di sebelah utara Candi Prambanan, Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
Tiket Tiket: Rp 20.000 (senin-sabtu) Rp 23.000 (hari libur)
Waktu Buka 07.00 – 17.00
Fasilitas/ Obyek Wisata candi sewu
Candi Sewu adalah candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada Candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan “Sewu” yang berarti seribu dalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Roro Jonggrang.
Kompleks candi Sewu adalah kumpulan candi Buddha terbesar di kawasan sekitar Prambanan, dengan bentang ukuran lahan 185 meter utara-selatan dan 165 meter timur-barat. Pintu masuk kompleks dapat ditemukan di keempat penjuru mata angin, tetapi mencermati susunan bangunannya, diketahui pintu utama terletak di sisi timur. Tiap pintu masuk dikawal oleh sepasang arca Dwarapala. Arca raksasa penjaga berukuran tinggi sekitar 2 meter ini dalam kondisi yang cukup baik, dan replikanya dapat ditemukan di Keraton Yogyakarta.
Aslinya terdapat 249 bangunan candi di kompleks ini yang disusun membentuk mandala, perwujudan alam semesta dalam kosmologi Buddha Mahayana. Selain satu candi utama yang terbesar, pada bentangan poros tengah, utara-selatan dan timur-barat, pada jarak 200 meter satu sama lain, antara baris ke-2 dan ke-3 candi Perwara (pengawal) kecil terdapat 8 Candi Penjuru atau disebut juga Candi Perwara Utama, candi-candi ini ukurannya kedua terbesar setelah candi utama. Aslinya di setiap penjuru mata angin terdapat masing-masing sepasang candi penjuru yang saling berhadapan, tetapi kini hanya candi penjuru kembar timur dan satu candi penjuru utara yang masih utuh.
Candi perwara (pengawal) yang berukuran lebih kecil aslinya terdiri atas 240 buah dengan disain yang hampir serupa dan tersusun atas empat barisan yang konsentris. Dilihat dari bagian terdalam (tengah), baris pertama terdiri atas 28 candi, dan baris kedua terdiri atas 44 candi yang tersusun dengan interval jarak tertentu. Dua barisan terluar, baris ketiga terdiri dari 80 candi, sedangkan baris keempat yang terluar terdiri atas 88 candi-candi kecil yang disusun berdekatan. Beberapa candi perwara ini telah dipugar dan berdiri, sedangkan sebagian besar lainnya masih berupa batu-batu berserakan.
Dari keempat baris candi perwara ini, baris keempat (terluar) memiliki rancang bentuk yang serupa dengan baris pertama (terdalam), yaitu pada bagian penampang gawang pintunya, sedangkan baris kedua dan ketiga memiliki rancang bentuk yang lebih tinggi dengan gawang pintu yang berbeda. Banyak patung dan ornamen yang telah hilang dan susunannya telah berubah. Arca-arca buddha yang dulu mengisi candi-candi ini mengkin serupa dengan arca buddha di Borobudur

CANDI SINGASHARI atau SINGOSARI

Candi Singosari dan Sejarahnya

By on Mei 2, 2013
Candi SingosariCandi Singhasari atau Singosari adalah salah satu candi yang berada di kabupaten Malang. Candi Singhasari adalah candi bersejarah peninggalan kerajaan Singhasari dan merupakan candi Hindu & Budha. Candi ini terletak di Desa Candirenggo, kecamatan Singosari, dan ditemukan pada awal abad 18, yaitu sekitar tahun 1800-1850.
Pada awal penemuan, pihak Belanda memberi nama candi ini sebagai candi Merana karena bentuknya yang menyerupai menara.
Dari segi arsitektur, candi Singosari memiliki keunikan yang seolah-olah memiliki dua tingkat bangunan. Hal yang menarik lainnya bisa dilihat dari hiasan luar candi yang seharusnya rata, tapi tidak demikian pada candi Singosari. Hal ini di estimasikan belum adanya penyelesaian saat pembuatan yang kemudian langsung ditinggalkan.
Keberadaan kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi darikitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung.Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri yangdiperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana Kadirimeminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M/ 1144 C KenArok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran didesa Ganter.Dengan kemenangannya maka Ken Arok dapat menguasai seluruh kekuasaan kerajaanKadiri dan menyatakan dirinya sebagai raja Singosari dengan gelar Sri Rajasa SangAmurwabhumi.
Dari tindakan-tindakan politik Kertanegara tersebut, di satu sisi Kertanegara berhasil mencapai cita-citanya memperluas dan memperkuat Singasari, tetapi dari sisi yang lainmuncul beberapa ancaman yang justru berakibat hancurnya Singasari. Ancaman yangmuncul dari luar yaitu dari tentara Kubilai-Khan dari Cina Mongol karena Kertanegaratidak mau mengakui kekuasaannya bahkan menghina utusan Kubilai-khan yaitu Mengchi. Dari dalam adanya serangan dari Jayakatwang (Kadiri) tahun 1292 yang bekerja sama dengan Arya Wiraraja Bupati Sumenep yang tidak diduga sebelumnya.Kertanegara terbunuh, maka jatuhlah Singasari di bawah kekuasaan Jayakatwang dari Kediri. Setelah Kertanegara meninggal maka didharmakan/diberi penghargaan di candiJawi sebagai Syiwa Budha, di candi Singasari sebagai Bhairawa. Di Sagala sebagai Jina(Wairocana) bersama permaisurinya Bajradewi.
Terdapat perbedaan antara Pararaton dan Nagarakretagama dalam menyebutkanurutan raja-raja Singhasari.
Raja-raja Tumapel versi Pararaton adalah:
1. Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 – 1247)
2. Anusapati (1247 – 1249)
3. Tohjaya (1249 – 1250)
4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 – 1272)
5. Kertanagara (1272 – 1292)
Raja-raja Tumapel versi Nagarakretagama adalah:
1. Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222 – 1227)
2. Anusapati (1227 – 1248)
3. Wisnuwardhana (1248 – 1254)
4. Kertanagara (1254 – 1292)
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu versi Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara raja pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena Nagarakretagama adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib. Di antara para raja di atas hanya Wisnuwardhana dan Kertanagara saja yang didapati menerbitkan prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka. Dalam Prasasti Mula Malurung (yang dikeluarkan Kertanagara atas perintah Wisnuwardhana) ternyata menyebut Tohjaya sebagai raja Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini memperkuat kebenaran berita dalam Nagarakretagama. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Kertanagara tahun 1255 selaku raja bawahan di Kadiri. Jadi, pemberitaan kalau Kertanagara naik takhta tahun 1254 perlu dibetulkan. Yang benar adalah, Kertanagara menjadi raja muda di Kadiri dahulu. Baru pada tahun 1268, ia bertakhta di Singhasari.

CANDI GEDONG SONGO

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Lokasi

Sejarah Candi Gedong Songo merupakan sebuah kompleks percandian peninggalan Hindu. Lokasi Candi Gedong Songo ada di Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Jawa Tengah dengan koordinat -7.210290, +110.342010. Letaknya yang berada di ketinggian 1.200 mdpl tepat di kaki Gunung Ungaran membuat suhu udara di kawasan candi menjadi sangat sejuk yaitu sekitar 19° - 27° Celcius.

Situs candi ini berada pada jarak sekitar 15 kilometer dari kota sejuk Ambarawa dan sangat mudah untuk dicapai. Dari kota semarang hanya berjarak sekitar 45 kilometer saja. Sedangkan untuk menuju kompleks candi ini kita juga akan sekaligus melewati obyek wisata Bandungan yang berada tepat di bawah komplek candi, berjarak sekitar 10 menit.



Sejarah Candi Gedong Songo Semarang Masih Sebuah Misteri 

Sampai dengan saat ini para ahli arkeologi belum dapat menemukan satupun bukti sejarah candi gedong songo mengenai tahun pembangunan kompleks Candi Gedong Songo berikut latar belakang pembangunannya. Namun dilihat dari bentuk arsitektur dan lokasinya, bisa diprediksi bahwa kompleks candi ini dibuat pada masa pemerintahan dinasti Sanjaya Hindu di Jawa yaitu sekitar abad ke-8.

Letak candi yang berada di perbukitan juga menunjukkan fungsinya yaitu sebagai tempat untuk pemujaan. Karena menurut kepercayaan Hindu pada masa itu, gunung dianggap sebagai kahyangan atau surga tempat para dewa. Selain itu kesimpulan tersebut juga bisa diambil dari ciri bentuk bangunan yang sangat mirip dengan kompleks Candi Dieng.

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang

Sejarah Candi Gedong Songo diawali pada tahun 1740 oleh Sir Thomas Stamford Raffles yang mengungkapkan. Pada saat itu Raffles hanya menemukan 7 buah bangunan candi sehingga dia menyebutnya dengan Candi Gedong Pitu, “pitu“ dalam bahasa Jawa berarti tujuh.

Van Stein Callenfels seorang arkeolog dari Belanda pada tahun 1908 – 1911 melakukan penelitian di lokasi kompleks candi ini dan kemudian menemukan juga 2 bangunan candi lain, sehingga total candi yang ditemukan menjadi 9 buah. Dengan ditemukannya 2 candi lain ini, maka lalu nama Gedong Pitu berubah nama menjadi Gedong Sanga.

Pada tahun 1928 – 1929 dilakukan pemugaran terhadap Candi Gedong I dan Candi Gedong II. Sedangkan pemerintah Indonesia sendiri melakukan pemugaran total terhadap Candi Gedong Songo antara tahun 1972 – 1982.

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong I

Candi Gedong I adalah salah satu candi dalam kompleks Candi Gedong Songo yang berupa 1 bangunan candi utuh. Candi ini berbentuk persegi panjang tidak terlalu besar dengan ketinggian sekitar 4-5 meter. Candi Gedong I berdiri di atas sebuah batur atau kaki candi setinggi 1 meter yang dihiasi dengan pahatan relief sulur dan pahatan bunga atau Padma di sekelilingnya.

Candi ini berdiri menghadap ke arah timur lengkap dengan sebuah tangga kecil dan pintu masuknya. Di bagian dalam badan candi terdapat sebuah ruangan sempit. Bagian luar badan candi terlihat polos tanpa hiasan relief. Hanya terdapat pahatan sederhana berbentuk bunga membentuk seperti bingkai yang kosong di tengahnya.

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong I
Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong I

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong II

Seperti halnya Candi Gedong I, Candi Gedong II ini juga merupakan 1 buah bangunan candi utuh yang berdiri sendiri di kompleks Candi Gedong Songo ini. Candi ini berdiri pada sebuah batur berbentuk bujur sangkar seluas 2,2 m2 dengan tinggi 1 meter. Bagian atas batur membentuk selasar selebar 0,5 m yang mengelilingi candi.

Tangga dan pintu masuk Candi Gedong II yang berada di sisi timur menandakan bangunan candi yang menghadap ke arah timur. Pada bagian pintu masuk membentuk sebuah penampil yang menjorok keluar sepanjang 1 meter dengan hiasan Kalamakara yang dipahat di atas pintu masuk.

Pada tubuh candi di bagian sisi luar ketiga dinding candi terdapat relung atau ceruk kecil untuk meletakkan arca. Relung ini dihiasi dengan 2 kepala naga di bagian bawahnya dan Kalamakara di bagian atas. Pahatan pola kertas tempel terlihat menghiasi bagian luar masing-masing relung.

Sedangkan atap bagian atas candi terlihat hanya tingga reruntuhan saja. Di depan candi ini terdapat sebuah reruntuhan bangunan candi kecil atau biasa disebut dengan Candi Perwara yang berfungsi seakan sebagai penjaga.
Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong II
Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong II


Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong III

Berbeda dengan Candi Gedong I dan II, Candi Gedong III ini merupakan sebuah kelompok candi yang terdiri dari 3 buah candi besar. Berdasar susunannya terlihat 2 buah candi besar berada dalam satu deret yang menghadap ke timur. Sedangkan 1 buah candi lainnya menghadap ke barat berukuran lebih kecil.

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong III
Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong III

2 candi besar yang menghadap ke timur terlihat seperti candi kembar, hanya saja yang di sebelah utara sepertinya adalah candi utama yang mempunyai ukuran lebih besar dan lebih tinggi. Sedangkan candi di sebelahnya meskipun mirip, namun berukuran lebih kecil dan diperkirakan berfungsi sebagai candi perwara. Kedua candi ini mempunyai bentuk yang menyerupai Candi Gedong II. Hanya saja di candi ini di samping pintu masuk terdapat relung yang berisi arca Siwa dengan posisi berdiri dengan sebuah gada panjang di tangan kanannya. Pada dinding candi utama terdapat relung-relung yang berisi arca Ganesha dan Durga bertangan 8.

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong III - Candi Kembar
Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong III - Candi Kembar

Candi ketiga yang berdiri di depan 2 candi besar diperkirakan dulunya berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Candi ini memiliki bentuk yang sangat mirip dengan Candi Semar di Candi Dieng. Bentuknya persegi panjang dengan atap seperti limasan. Candi ini berdiri menghadap ke arah barat dengan bentuk yang sangat sederhana sekali.

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong III - Candi Kecil
Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong III - Candi Kecil

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong IV

Candi Gedong IV terdiri dari 1 buah candi utama dan sejumlah bangunan candi yang berupa reruntuhan di sekelilingnya, yang kemungkinan besar adalah sebuah candi perwara. Candi utama ini mempunyai bentuk seperti Candi Gedong II dengan batur setinggi 1 meter lengkap dengan selasar selebar 0,5 meter mengelilingi.

Candi menghadap ke timur lengkap dengan tangga dan pintu masuknya yang memiliki bilik penampil menjorok sepanjang 1 meter. Bilik penampil di samping pintu masuk terlihat kosong tanpa ada arca di dalamnya. Di ketiga sisi dinding luar candi juga terdapat bilik penampil dengan relung yang berisi arca yang sudah rusak.

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong IV
Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong IV

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong V

Candi Gedong V juga mirip dengan Candi Gedong IV yang terdiri dari 1 bangunan candi utama dan sejumlah reruntuhan candi di dekatnya yang diduga adalah sebuah candi perwara. Bangunan utama Candi Gedong V ini bentuknya juga sangat mirip dengan bangunan Candi Gedong II.

Hampir keseluruhan bentuk candi menyerupai Candi Gedong II, hanya saja pada relung dinding luar Candi Gedong V terdapat sebuah Arca Ganesha yang masih tersisa, dengan posisi duduk bersila.

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong V
Sejarah Candi Gedong Songo Semarang - Candi Gedong V

Sejarah Candi Gedong Songo Semarang Dan Wisata Alam Bandungan Ambarawa

Sejarah Candi Gedong Songo tentu saja tidak akan lepas dengan wisata alam yang juga disuguhkan oleh obyek wisata Bandungan. Candi Gedong Songo, Ambarawa, dan Bandungan merupakan satu paket wisata yang tidak bisa dipisahkan.

Bandungan sendiri adalah sebuah obyek wisata pegunungan yang menyuguhkan pemandangan alam pegunungan kota Ambarawa lengkap dengan berbagai fasilitas dan akomodasi seperti penginapan, pasar tradisional. Jika ingin mengunjungi Candi Gedong Songo dari Bandungan kita juga bisa menggunakan jasa menunggang kuda dengan membayar sejumlah uang. Ini karena untuk menuju ke lokasi candi harus melewati jalan berkelok dan sangat curam, sehingga cukup melelahkan.

Satu lagi yang cukup menarik adalah wisata pemandian air panas. Lokasi sumber air panas ini ada di antara Candi Gedong III dan Candi Gedong IV. Terletak pada sebuah kepunden gunung yang memiliki sumber air panas dengan kandungan belerang yang cukup tinggi, sehingga menimbulkan bau yang cukup menyengat. Pemerintah setempat juga telah membangun sebuah pemandian air panas di lokasi ini.

Saat sampai di puncak kompleks candi kita akan disuguhi dengan pemandangan pegunungan yang membentang di depan mata. Gunung Ungaran tempat kompleks candi berada memang dikelilingi oleh deretan beberapa gunung yaitu Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, Gunung Merapi, dan Gunung Andong. Pemandangan indah ini membuat para pengunjung Candi Gedong Songo selalu merasa betah memanjakan mata.